Akademi Keperawatan Bina Insani Sakti Kerinci

Akademi Keperawatan Bina Insani Sakti Kerinci
My Collage

Welcome To My Blog...

ALL ABOUT NURSES....

Senin, 17 Agustus 2009

askep copd

kerinci.......

ASUHAN KEPERAWATAN COPD (CRONIK OBSTRUKTIF PULMONAL DEASEASE)


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk. sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. Sering juga penyakit ini disebut dengan “Chronic Airflow Limitation (CAL)” dan “Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD)”
COPD merupakan penyakit yang ditandai dengan obstuksi aliran napas yang tidak penuh bisa sembuh kembali. Keterbatasan aliran udara biasanya meningkat dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru sebagai respon terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Berat ringan COPD dapat digolongkan menjadi 4 yaitu:
Tahap 0 – Resiko
batuk kronis dan sputum produktif, fungsi paru normal.
Tahap 1 – COPD Ringan
Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) ≥80%, Keterbatasan aliran udara ringan, Batuk kronis dan sputum produktif.
Tahap 2 – COPD Moderat
FEV1 <80%, Ketebatasan aliran udara tambah buruk, Gejala bertambah, Napas pendek.
Tahap 3 – COPD Berat
FEV1 <30%, Keterbatasan aliran udara berat, Gagal napas, Tanda klinis gagal jantung kanan, Qualitas hidup menurun, Jika berulang mengancam kehidupan.

A. ASTHMA BRONCHIALE
1. DEFINISI
Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asthma merupakan penyakit yang kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biochemical, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi.
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asthma adalah fenomena hiperreaktivitas bronchus. Bronchus penderita asthma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asthma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, pollutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim.
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan.
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan.
h. Emosi
i. Lain-lain : seperti reflux gastro esofagus.

3. GAMBARAN KLINIS
Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (“sine qua non”).
Objektif
• Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
• Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
• Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan
• Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.
• Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus)
Subjektif
• Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.
Psikososial
• Cemas, takut dan mudah tersinggung
• Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

4. PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asthma bronchial :
a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
1) Saatnya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
b. Pemberian obat bronchodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Setelah serangan mereda :
1) Cari faktor penyebab.
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

5. OBAT-OBATAN
a. Bronchodilator
Tidak digunakan bronchodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obatan bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
• Obat-obat bronchodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan Aminophilin intravena.
• Obat-obat Bronchodilatator simpatomimetik memberi efek samping tachicardia, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0,01 mg/Kg BB subkutan (1 mg permil) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2–3x sesuai kebutuhan.
• Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5 – 6 mg/Kg BB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit. Untuk dosis penunjang 0,9 mg/KgBB/Jam secara infus. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila dilakukan tidak secara perlahan.
b. Kortikosteroid
Pemberian obat–obat bronchodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3 – 4 mg/Kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2 – 4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 – 60 mg prednison atau dengan dosis 1 – 2 mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
c. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberikan kelembaban. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intake cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotic diberikan bila ada infeksi.
d. Beta Agonists
Beta agonists (β-adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam pengobatan asthma dikarenakan obat ini bekerja dengan jalan mendilatasikan otot polos. Adrenergic Agent juga meningkatkan pergerakan cilliary, menurunkan mediator kimia anaphylaxis dan dapat meningkatkan efek broncholasi dari kortikosteroid. Agent adrenergic yang sering digunakan antara lain epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine dan terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan jalan pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.

B. BRONCHITIS KRONIS
1. DEFINISI
Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan “laringotracheobronchitis”. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri dan typhus abdominalis. Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat ditemukan periode akut, yang menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri ini menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.
2. ETIOLOGI
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai
beberapa alat tubuh, yaitu :
a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

3. GAMBARAN KLINIS
a. Penampilan umum : cenderung overweight, cyanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest.
b. Usia : 45 – 65 tahun
c. Pengkajian :
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dyspnea dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, sering infeksi pada system respirasi. Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung : pembesaran jantung, Cor Pulmonal, Hematokrit > 60%
e. Riwayat merokok
4. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan :
a. Antimikrobial
b. Postural Drainage
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention

C. EMFISEMA PARU
1. DEFINISI
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.
2. PATOGENESIS
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
a. Hilangnya elastisitas paru.
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
b. Hyperinflation Paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c. Terbentuknya Bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
3. GAMBARAN KLINIS
a. Penampilan Umum
• Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65 – 75 tahun.
c. Pengkajian fisik
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea
• Infeksi sistem respirasi
• Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam.
• Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
• Produksi sputum dan batuk jarang.
d. Pemeriksaan jantung
• Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.
• Hematokrit < 60%
e. Riwayat merokok
• Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok.

4. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup :
• Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas.
• Mencegah dan mengobati infeksi
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernafasan.
• Support psikologis
• Patient education and rehabilitation.
Jenis obat yang diberikan :
• Bronchodilators
• Aerosol therapy
• Treatment of infection
• Corticosteroids
• OxygenationPage 13

D. KOMPLIKASI COPD
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.Page 14
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.
3. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema
5. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
8. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
9. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.
10. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
12. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

DIAGNOSA
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada COPD yaitu :
1.Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique
2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)

INTERVENSI
1.Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique
Data-data :
Klien mengeluh sulit untuk bernafas
Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan
Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles
Batuk(persisten) dengan/tanpa produksi sputum.
Status
Kriteria Hasil :
• Tidak ada demam
• Tidak ada cemas
• RR dalam batas normal
• Irama nafas dalam batas normal
• Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
• Bebas dari suara nafas tambahan
Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
b. Penurunan kecemasan
c. Aspiration precautions
d. Fisioterapi dada
e. Latih batuk efektif
f. Terapi oksigen
g. Pemberian posisi
h. Monitoring respirasi
i. Surveillance
j. Monitoring tanda vital
2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).
Data-data :
Dyspnea
Confusion, lemah.
Tidak mampu mengeluarkan sekret
Nilai ABC abnormal (hypoxia dan hiperkapnia)
Perubahan tanda vital.
Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil :
• Status mental dalam batas normal
• Bernafas dengan mudah
• Tidak ada cyanosis
• PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal
• Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi :
a. Manajemen asam dan basa tubuh
b. Manajemen jalan nafas
c. Latih batuk
d. Tingkatkan keiatan
e. Terapi oksigen
f. Monitoring respirasi
g. Monitoring tanda vital
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)
Data-data :
Dyspnea, fatique
Anorexia, nausea/vomiting.
Penurunan berat badan
Kehilangan masa otot,
tonus otot jelek
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Tidak bernafsu untuk makan, tidak tertarik makan
Kriteria Hasil :
• Asupan makanan adekuat
• Intake cairan peroral adekuat
• Intake cairan adekuat
• Intake kalori adekuat
• Intake protein, karbohidrat dan lemak adekuat
• Mampu memeliharan intake kalori secara optimal
• Mampu memelihara keseimbangan cairan
• Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat
Intervensi :
a. Manajemen cairan
b. Monitoring cairan
c. Status dietPage 16
d. Manajemen gangguan makan
e. Manajemen nutrisi
f. Terapi nutrisi
g. Konseling nutrisi
h. Kontroling nutrisi
i. Terapi menelan
j. Monitoring tanda vital
k. Bantuan untuk peningkatan BB
l. Manajemen berat badan

IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
1. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
1) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.
2) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap yang lain.
3) Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
b. Tindakan Keperawatan
1) Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan mengevaluasi tindakannya :
a) Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan sendiri, contoh : merubah posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
b) Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
c) Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus mencari pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.
2) Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
c. Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.

EVALUASI
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka hal yang perlu di evaluasi dari tindakan yang telah kita lakukan yaitu :
1. Bersihan jalan nafas efektif .
2. Pertukaran gas yang Adekuat.
3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan dapat terpenuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar